Senin, 15 Mei 2017

Profil Didin Krisnaedy Purwanda Supartawidjaja



Didin Krisnaedy Purwanda Supartawidjaja
Disainer kaos metal

Jalan cerdas musik cadas

Musik cadas tak besar hanya karena iramanya yang mengentak. Ilustrasi di sampul album hingga desain kaus ikut membuatnya dicintai banyak kalangan. Didin Krisnaedy Purwanda Supartawidjaja alias Dinan setia menekuni jalan itu.

https://kompas.id/wp-content/uploads/2017/05/438939_getattachment7ab75054-db8e-40f9-8fe2-4ca31ea54283430324-1024x576.jpg























Gambar truk besar di layar laptopnya masih setengah jadi saat tangan Dinan menari di atas papan gambar elektronik.Garis tipis ditebalkan. Goresan tak simetris dibersihkan. Terlihat sederhana, tapi ilustrasi itu diyakini bakal meramaikan ajang Road to Hammersonic, konsel metal berskala internasional yang digelar pekan lalu di Ancol, Jakarta.
“Karena temanya perjalanan dan tidak menyertakan unsur tengkorak, api, atau senjata, saya pilih truk. Katanya ada stand khusus ilustrasi. Saya bersyukur bisa ikut ajang sebesar itu,” kata Dinan di salah satu sudut kafe di Kota Bandung, Selasa siang (25/4/2017).
Tidak seperti biasanya, kali ini gambar yang dbibuat Dinan tanpa tengkorak, monster, atau senjata. Padahal, tiga ikon itu sebelumnya seperti ornamen wajib bagi ilustratotor musik metal. Namun, ketekunannya enam bulan terakhir membuahkan hasil. Dinan menembus sekat itu. Karyanya tetap metal meski tanpa tengkorak, monster, atau senjata.
“Banyak juga band metal ‘santun’ yang tidak ingin ada unsur seram atau kekerasan dalam desain baju atau albumnya,” ujar Dinan.
Akan tetapi, ia mengakui belum banyak ilustrator metal nyaman dengan hal itu. Belum banyak ilustrator menjadi peserta lomba ilustrasi dengan tema anyar meski hadiahnya kerap lebih besar. Ia paham, tak mudah mengubah gaya yang sudah lama tumbuh. Namun, Dinan yakin, jika mau belajar, ada ceruk ekonomi lain yang bisa dimanfaatkan. Menyikapi hal ini, Dinan tak ingin pelit ilmu. Ia membuka pintu bertanya bagi ilustrator yang ingin belajar. Komunitas Illuminator yang dibentuk di Bandung delapan tahun lalu jadi wadahnya. Berasal dari kata ilustrasi dan terminator, Dinan mengatakan, peran Illuminator sejak semula ingin mendobrak sekat. Salah satu kuncinya berbagi ilmu lewat workshop di taman kota atau diskusi melalui media sosial.
“Di media sosial, anggotanya mencapai 2.500 orang. Zaman sekarang akses belajar lebih mudah. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan saat saya pertama kali terjun dalam bidang ini,” katanya.

Bandung berisik
Ingatan Dinan kembali pada peristiwa 29 tahun lalu. Matanya tertuju pada sampul album Somewhere in Time milik band Iron Maiden di salah satu toko kaset kawasan Palaguna, Bandung. Sosok sangar Eddie The Head, maskot Iron Maiden, digambar berada di alam digital. Belum mengetahui isi musiknya, ia nekat membeli kasetnya. Eddie The Head terlanjur memikat hatinya. Akan tetapi, alih-alih belajar menggambar, ia justru lebih kerap mendengarkan musiknya. Saat itu, musik cadas tengah naik daun di sekitar rumahnya di Ujungberung, Kota Bandung. “Untuk menggambar, saya masih bingung belajar kepada siapa,” katanya.
Bersama teman sepermainan, Dinan lantas larut bermusik. Mereka membentuk Necromancy yang kerap membawakan lagu-lagu cadas band luar negeri. Saat yang sama, ia juga ikut membidani lahirnya Radio Salam rama Dwihasta dengan program utamanya Bandung Death Metal Area. Isinya musik metal dari berbagai band.
Jenuh membawakan lagu band orang lain, band-band metal Ujungberung mencoba bergerak. Mereka memilih berkreasi membawakan lagu sendiri. Mereka juga berani menggagas ajang metal yang biayanya dari kocek sendiri pada 1995. Atas usul Dinan, acara itu diberi nama Bandung Berisi. Panggungnya berdiri di atas lapangan voli Kaum Kidul, Ujungberung.
“Ada sekitar 100 anak iuran. Hasilnya, ada sekitar Rp. 5 juta,” katanya.
Tanpa modal besar, promosi acaranya terbilang unik. Dinan dan kawan-kawan membuat majalah fotokopian berisi kisah dunia metal Ujungberung bernama Revolusi Program atau Revogram. Majalah ini diyakini menjadi media literasi pertama di dunia metal bawah tanah negeri ini. Lewat promosi itu, acara Bandung Berisi meledak. Sukses pertama menggoda anak-anak Ujungberung untuk melanjutkan ajang serupa setahun kemudian. GOR Saparua yang dikenal sebagai kawah candradimuka musisi Bandung, dipilih jadi tempat unjuk gigi. Akan tetapi Bandung Berisik II tak semanis yang diharapkan. Meski secara acara sukses dan melahirkan kompilasi album Ujungberung Rebels, panitia merugi dari sisi finalsial. Bandung Berisik II diapit dua ajang musik besar yang menggelar acara di tempat yang sama.
“Saya terpuruk dan memilih menenangkan diri di Bali,” kata Dinan menceritakan masa kelamnya dulu.

Dunia ilustrasi
Meski memulai semuanya dari nol, Dinan justru menemukan titik terang hidupnya di Bali. Pertemuannya dengan seniman Bali, Dede Suhita, mematangkan mimpinya di dunia ilustrasi. Pengalaman menjadi desainer gambar kaus hingga artis tato mengasah kemampuannya. Setelah 11 tahun di ‘Pulau Dewata’, Bandung seperti memanggilnya pulang. Berawal dari jadi penonton di konser metal, Deathfest, tahun 2009, ia tertarik mematangkan keahliannya di ‘Kota Kembang’.
“Saat itu, saya jadi bagian dari 10.000 penonton atau 10 kali lipat ketimbang acara metal yang pernah saya ikuti di Bandung sebelumnya. Hampir semua penonton menggunakan kaus metal. Saya pikir, akan luar biasa kalau ada 10 persen penonton menggunakan kaus dengan desain buatan mereka sendiri,” katanya.
Dinan lantas mewujudkan keinginannya. Desain pertamanya adalah kaus Sonic Torment, band Ujungberung yang pernah ia perkuat. Gambarnya mudah dicintai. Dari situ, ia mulai mendapat banyak pesanan desain, khususnya untuk kaus band di seputaran Bandung. Begitu mulai tenar, ia tak ingin berjalan sendiri. Ia merasa masih butuh banyak belajar untuk mendapat teknik ilustrasi terbaik. Di titik itulah, Illuminator terbentuk. Mereka kerap menggelar pertemuan dan pameran menarik bakat-bakat ilustrasi.
“Semua boleh datang dan bertanya. Ada yang berprofesi sebagai tukang bakso dan penjaga parkir. Saat mau berbagi, kita justru semakin kaya ilmu. Banyak yang mandiri dan kini menerima pesanan ilustrasi metal,” katanya.
Saat mau berbagi, Dinan mendapat buahnya. Kemampuannya semakin terasah. Karyanya semakin diminati band Asia Tenggara, Amerika, hingga Eropa. Salah satu yang membuatnya terkesan saat John dan Lena Resborn meminta dibuatkan ilustrasi sampul buku mereka berjudul Labour of Live and Hate : Underground Musical Journey Through Southeast Asia. Buku terbitan tahun 2012 itu berkisah tentang pergerakan metal di Asia Tenggara. Pinangan diterima. Ia menggambar sosok tengkorak memegang bola dunia dan Indonesia menjadi titik pandang utama.
“Lewat gambar itu, saya punya harapan besar band metal Indonesia suatu saat akan menjelajahi dunia. Band seperti Jasad atau Burgerkill sudah membuktikannya,” katanya.

Komik metal
Saat siang semakin tua, polesan terakhir ilustrasi truk itu sedikit lagi usai. Namun, Dinan belum usai menceritakan mimpinya membawa ilustrasi metal terus bergema. Setelah menelurkan buku kumpulan karya berjudul Super FX Hajar Jalanan, Libas Rintangan, ia kini tengah mengerjakan proyek pembuatan komik metal. Ia bekerja sama dengan beberapa ilustrator Bandung dan komunitas komik lokal Bandung, AIU Comic.
“AIU Comic luar biasa. Mereka jual karya dari warung kecil di kampung-kampung hingga ke Amerika Serikat,” katanya.
Tokoh utama yang akan diangkat adalah si Gobir alias Golok Berbicara. Namanya diambil dari judul lagu milik Sonic Torment. Jalan ceritanya beragam, mulai dari fenomena kekerasan di Bandung hingga pencemaran Citarum.
“Di Indonesia mungkin baru, tetapi band metal kelas dunia Cannibal Corpse sudah melakukannya dengan menyisipkan komik dalam albumnya,” katanya.
Ke depannya, Dinan yakin sejahtera akan terus hadir. Musik cadas akan memberikan jalan bahagia bagi mereka yang terus cerdas berkarya. (Cornelius Helmy).

Biodata

Nama lengkap : Didin Krisnaedy Purwanda Supartawidjaja.
Nama panggilan : Dinan.



Lahir
: Majalengka, 9 Agustus 1971.

Pendidikan
: * SDN 12 Majalengka (lulus 1986).




* SMPN 1 Majalengka (lulus 1988).




* Pasundan 1 Bandung (lulus 1991).






























Sumber :







* Rubrik Sosok koran Kompas Edisi Sabtu 13 Mei 2017 halaman 16.

* http://print.kompas.com/baca/sosok/2017/05/13/Jalan-Cerdas-Musik-Cadas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Erick Thohir

  Menteri BUMN (2019-2024)   Dari Media, Olah Raga sampai Sarinah Ditulis Muhammad Anwari SN. Saat ini Erick Thohir masih menjabat Menteri B...