Didin Krisnaedy Purwanda
Supartawidjaja
Disainer
kaos metal
Jalan cerdas musik cadas
Musik
cadas tak besar hanya karena iramanya yang mengentak. Ilustrasi di sampul album
hingga desain kaus ikut membuatnya dicintai banyak kalangan. Didin Krisnaedy Purwanda
Supartawidjaja alias Dinan setia menekuni jalan itu.
https://kompas.id/wp-content/uploads/2017/05/438939_getattachment7ab75054-db8e-40f9-8fe2-4ca31ea54283430324-1024x576.jpg |
Gambar
truk besar di layar laptopnya masih setengah jadi saat tangan Dinan menari di
atas papan gambar elektronik.Garis tipis ditebalkan. Goresan tak simetris
dibersihkan. Terlihat sederhana, tapi ilustrasi itu diyakini bakal meramaikan
ajang Road to Hammersonic, konsel metal berskala internasional yang digelar
pekan lalu di Ancol, Jakarta.
“Karena
temanya perjalanan dan tidak menyertakan unsur tengkorak, api, atau senjata,
saya pilih truk. Katanya ada stand khusus ilustrasi. Saya bersyukur bisa ikut
ajang sebesar itu,” kata Dinan di salah satu sudut kafe di Kota Bandung, Selasa
siang (25/4/2017).
Tidak
seperti biasanya, kali ini gambar yang dbibuat Dinan tanpa tengkorak, monster,
atau senjata. Padahal, tiga ikon itu sebelumnya seperti ornamen wajib bagi
ilustratotor musik metal. Namun, ketekunannya enam bulan terakhir membuahkan
hasil. Dinan menembus sekat itu. Karyanya tetap metal meski tanpa tengkorak,
monster, atau senjata.
“Banyak
juga band metal ‘santun’ yang tidak ingin ada unsur seram atau kekerasan dalam
desain baju atau albumnya,” ujar Dinan.
Akan
tetapi, ia mengakui belum banyak ilustrator metal nyaman dengan hal itu. Belum
banyak ilustrator menjadi peserta lomba ilustrasi dengan tema anyar meski
hadiahnya kerap lebih besar. Ia paham, tak mudah mengubah gaya yang sudah lama
tumbuh. Namun, Dinan yakin, jika mau belajar, ada ceruk ekonomi lain yang bisa
dimanfaatkan. Menyikapi hal ini, Dinan tak ingin pelit ilmu. Ia membuka pintu
bertanya bagi ilustrator yang ingin belajar. Komunitas Illuminator yang
dibentuk di Bandung delapan tahun lalu jadi wadahnya. Berasal dari kata
ilustrasi dan terminator, Dinan mengatakan, peran Illuminator sejak semula
ingin mendobrak sekat. Salah satu kuncinya berbagi ilmu lewat workshop di taman
kota atau diskusi melalui media sosial.
“Di
media sosial, anggotanya mencapai 2.500 orang. Zaman sekarang akses belajar
lebih mudah. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan saat saya pertama kali
terjun dalam bidang ini,” katanya.
Bandung
berisik
Ingatan
Dinan kembali pada peristiwa 29 tahun lalu. Matanya tertuju pada sampul album Somewhere in Time milik band Iron Maiden
di salah satu toko kaset kawasan Palaguna, Bandung. Sosok sangar Eddie The
Head, maskot Iron Maiden, digambar berada di alam digital. Belum mengetahui isi
musiknya, ia nekat membeli kasetnya. Eddie The Head terlanjur memikat hatinya.
Akan tetapi, alih-alih belajar menggambar, ia justru lebih kerap mendengarkan
musiknya. Saat itu, musik cadas tengah naik daun di sekitar rumahnya di
Ujungberung, Kota Bandung. “Untuk menggambar, saya masih bingung belajar kepada
siapa,” katanya.
Bersama
teman sepermainan, Dinan lantas larut bermusik. Mereka membentuk Necromancy
yang kerap membawakan lagu-lagu cadas band luar negeri. Saat yang sama, ia juga
ikut membidani lahirnya Radio Salam rama Dwihasta dengan program utamanya
Bandung Death Metal Area. Isinya musik metal dari berbagai band.
Jenuh
membawakan lagu band orang lain, band-band metal Ujungberung mencoba bergerak.
Mereka memilih berkreasi membawakan lagu sendiri. Mereka juga berani menggagas
ajang metal yang biayanya dari kocek sendiri pada 1995. Atas usul Dinan, acara
itu diberi nama Bandung Berisi. Panggungnya berdiri di atas lapangan voli Kaum
Kidul, Ujungberung.
“Ada
sekitar 100 anak iuran. Hasilnya, ada sekitar Rp. 5 juta,” katanya.
Tanpa
modal besar, promosi acaranya terbilang unik. Dinan dan kawan-kawan membuat
majalah fotokopian berisi kisah dunia metal Ujungberung bernama Revolusi Program atau Revogram. Majalah ini diyakini menjadi
media literasi pertama di dunia metal bawah tanah negeri ini. Lewat promosi
itu, acara Bandung Berisi meledak. Sukses pertama menggoda anak-anak
Ujungberung untuk melanjutkan ajang serupa setahun kemudian. GOR Saparua yang
dikenal sebagai kawah candradimuka musisi Bandung, dipilih jadi tempat unjuk
gigi. Akan tetapi Bandung Berisik II tak semanis yang diharapkan. Meski secara
acara sukses dan melahirkan kompilasi album Ujungberung
Rebels, panitia merugi dari sisi finalsial. Bandung Berisik II diapit dua
ajang musik besar yang menggelar acara di tempat yang sama.
“Saya
terpuruk dan memilih menenangkan diri di Bali,” kata Dinan menceritakan masa
kelamnya dulu.
Dunia
ilustrasi
Meski
memulai semuanya dari nol, Dinan justru menemukan titik terang hidupnya di
Bali. Pertemuannya dengan seniman Bali, Dede Suhita, mematangkan mimpinya di
dunia ilustrasi. Pengalaman menjadi desainer gambar kaus hingga artis tato
mengasah kemampuannya. Setelah 11 tahun di ‘Pulau Dewata’, Bandung seperti
memanggilnya pulang. Berawal dari jadi penonton di konser metal, Deathfest,
tahun 2009, ia tertarik mematangkan keahliannya di ‘Kota Kembang’.
“Saat
itu, saya jadi bagian dari 10.000 penonton atau 10 kali lipat ketimbang acara
metal yang pernah saya ikuti di Bandung sebelumnya. Hampir semua penonton
menggunakan kaus metal. Saya pikir, akan luar biasa kalau ada 10 persen
penonton menggunakan kaus dengan desain buatan mereka sendiri,” katanya.
Dinan
lantas mewujudkan keinginannya. Desain pertamanya adalah kaus Sonic Torment,
band Ujungberung yang pernah ia perkuat. Gambarnya mudah dicintai. Dari situ,
ia mulai mendapat banyak pesanan desain, khususnya untuk kaus band di seputaran
Bandung. Begitu mulai tenar, ia tak ingin berjalan sendiri. Ia merasa masih
butuh banyak belajar untuk mendapat teknik ilustrasi terbaik. Di titik itulah,
Illuminator terbentuk. Mereka kerap menggelar pertemuan dan pameran menarik
bakat-bakat ilustrasi.
“Semua
boleh datang dan bertanya. Ada yang berprofesi sebagai tukang bakso dan penjaga
parkir. Saat mau berbagi, kita justru semakin kaya ilmu. Banyak yang mandiri
dan kini menerima pesanan ilustrasi metal,” katanya.
Saat
mau berbagi, Dinan mendapat buahnya. Kemampuannya semakin terasah. Karyanya
semakin diminati band Asia Tenggara, Amerika, hingga Eropa. Salah satu yang
membuatnya terkesan saat John dan Lena Resborn meminta dibuatkan ilustrasi
sampul buku mereka berjudul Labour of
Live and Hate : Underground Musical Journey Through Southeast Asia. Buku
terbitan tahun 2012 itu berkisah tentang pergerakan metal di Asia Tenggara.
Pinangan diterima. Ia menggambar sosok tengkorak memegang bola dunia dan
Indonesia menjadi titik pandang utama.
“Lewat
gambar itu, saya punya harapan besar band metal Indonesia suatu saat akan
menjelajahi dunia. Band seperti Jasad atau Burgerkill sudah membuktikannya,”
katanya.
Komik metal
Saat
siang semakin tua, polesan terakhir ilustrasi truk itu sedikit lagi usai.
Namun, Dinan belum usai menceritakan mimpinya membawa ilustrasi metal terus
bergema. Setelah menelurkan buku kumpulan karya berjudul Super FX Hajar Jalanan, Libas Rintangan, ia kini tengah mengerjakan
proyek pembuatan komik metal. Ia bekerja sama dengan beberapa ilustrator
Bandung dan komunitas komik lokal Bandung, AIU Comic.
“AIU
Comic luar biasa. Mereka jual karya dari warung kecil di kampung-kampung hingga
ke Amerika Serikat,” katanya.
Tokoh
utama yang akan diangkat adalah si Gobir alias Golok Berbicara. Namanya diambil
dari judul lagu milik Sonic Torment. Jalan ceritanya beragam, mulai dari
fenomena kekerasan di Bandung hingga pencemaran Citarum.
“Di
Indonesia mungkin baru, tetapi band metal kelas dunia Cannibal Corpse sudah
melakukannya dengan menyisipkan komik dalam albumnya,” katanya.
Ke
depannya, Dinan yakin sejahtera akan terus hadir. Musik cadas akan memberikan
jalan bahagia bagi mereka yang terus cerdas berkarya. (Cornelius Helmy).
Biodata
Nama lengkap | : | Didin Krisnaedy Purwanda Supartawidjaja. | |||||||
Nama panggilan | : | Dinan. | |||||||
Lahir | : | Majalengka, 9 Agustus 1971. | |||||||
Pendidikan | : | * | SDN 12 Majalengka (lulus 1986). | ||||||
* | SMPN 1 Majalengka (lulus 1988). | ||||||||
* | Pasundan 1 Bandung (lulus 1991). | ||||||||
Sumber : | |||||||||
* | Rubrik Sosok koran Kompas Edisi Sabtu 13 Mei 2017 halaman 16. | ||||||||
* | http://print.kompas.com/baca/sosok/2017/05/13/Jalan-Cerdas-Musik-Cadas |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar